Nyawa dan Jiwa: Perbèdaan dari Aspek Mèdia
200KB.
"Di era digital yang makin , arus komunikasi dan informasi bisa dilakukan seluas-luasnya dengan mudah memanfaatkan teknologi yang semakin canggih dan cepat berubah. Pertumbuhan pesat media baru dalam format digital diharapkan bisa mendorong pengembangan inovasi di berbagai bidang industri dalam ragam bentuk.". [Pikiran Rakyat, 21 Sèptèmber 2018 <Halaman-22:Kolom-3: Paragraf-4>].
Pendapatku mengenai pemberian umpan mèdia dalam digitalisasi saat ini adalah suatu analogi yang justru dapat memperjelas pandanganku mengenai hal-hal yang mungkin selama ini dipikir jauh dari konsèp 'canggih', yaitu sisi kejiwaan.
Sedangkan yang kumaknai adalah: indikator mèdia hidup bagi makhluk hidup, khususnya manusia. Dengan membahas sekilas, penulis blogspot dapat mengajukan pemahaman batunya mengenai mèdia jantung dan hati.
Hati yang 'mati' perlu diberi rangsangan. Serupa tèknik memberi kejutan kepada jantung yang detaknya lagi minim menjadi normal kembali, sebagaimana yang pernah dialami olèh Bapa Budi Priyatna, saat dirawat di Rumah Sakit Bina Sèhat, Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupatèn Bandung, pada tahun 2014. Hasilnya mèmang baik. Sèhat.
Ada yang berbèda yang penulis blogspot ini rasakan mengenai rangsangan terhadap hati, yang mempunyai kemiripan dengan tèhnik kerja pengejut jantung. Hati, akan memberikan rèspon yang bisa menjadi "rèason" berupa berbagai macam perasaan, sedangkan jantung memberikan rèspon berupa mengalirnya kembali cairan darah mèrah yang dipompanya dengan berindikator degup detaknya seiring waktu.
Mungkin, kesamaan gejala di antara hati sebagai wadah rasa, dengan jantung sebagai sumber aliran darah mèrah di dalam tubuh makhluk hidup yang dapat diketahui olèh indera, membuat para leluhur terdahulu seringkali mengistilahkan kedua hal yang berbèda ini secara bersamaan, yaitu: jantung_hati.
Mètodeu memahami èksistènsi jantung sebagai yang terdekat dengan hati dalam kontèksnya sebagai wadah perasaan, membuat beberapa orang tertentu mampu mengalirkan perasaan yang lagi dirasakannya seiring dengan detakan jantung merèka, yaitu denyut bergelombang yang disadari olèh pemiliknya, namun bekerja di luar kesadaran dirinya sendiri, secara otonom.
Bèda dengan jantung, secara kontrol, hati dalam kontèks sebagai folder file-file perasaan, mempunyai potènsi guna dikontrol, yaitu dikendalikan sesuai dengan tingkat kesadaran pemiliknya. Sedangkan jantung di luat kendali kesadaran, sebagaimana pula syaraf-syaraf otonom pada paru-paru.
Suatu maka adalah penulis blogspot ini menyimpulkan bahea salahsatu indikator manusia dinyatakan hidup secara biologis, adalah masih adanya èksistènsi dari indikator kinerja jantung kalau masih berdetak.
Namun, indikator dari hidupnya jiwa dari hidupnya jantung yang bernyawa, adalah pada kemampuan kontrol terhadap tingkatan kesadaran dari pengemban amanah atas nyawa dan jiwa dirinya sendiri.
Inilah sebagai pangkatnya: suatu hidupnya jiwa terhadap nyawa.
Berpijak pada mèdia suratkabar dalam foto gambar dalam blogspot ini, penulis blogspot inipun berpikiran sama dan sepakat: siap rèvolusi digital, namun selain melakukan secara digital virtual, juga dalam jiwa, mumpung nyawa masih ada. Ini yang penting diusahakan.
Penulis Blogspot: Yusni Tria Yunda.
"Di era digital yang makin , arus komunikasi dan informasi bisa dilakukan seluas-luasnya dengan mudah memanfaatkan teknologi yang semakin canggih dan cepat berubah. Pertumbuhan pesat media baru dalam format digital diharapkan bisa mendorong pengembangan inovasi di berbagai bidang industri dalam ragam bentuk.". [Pikiran Rakyat, 21 Sèptèmber 2018 <Halaman-22:Kolom-3: Paragraf-4>].
Pendapatku mengenai pemberian umpan mèdia dalam digitalisasi saat ini adalah suatu analogi yang justru dapat memperjelas pandanganku mengenai hal-hal yang mungkin selama ini dipikir jauh dari konsèp 'canggih', yaitu sisi kejiwaan.
Sedangkan yang kumaknai adalah: indikator mèdia hidup bagi makhluk hidup, khususnya manusia. Dengan membahas sekilas, penulis blogspot dapat mengajukan pemahaman batunya mengenai mèdia jantung dan hati.
Hati yang 'mati' perlu diberi rangsangan. Serupa tèknik memberi kejutan kepada jantung yang detaknya lagi minim menjadi normal kembali, sebagaimana yang pernah dialami olèh Bapa Budi Priyatna, saat dirawat di Rumah Sakit Bina Sèhat, Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupatèn Bandung, pada tahun 2014. Hasilnya mèmang baik. Sèhat.
Ada yang berbèda yang penulis blogspot ini rasakan mengenai rangsangan terhadap hati, yang mempunyai kemiripan dengan tèhnik kerja pengejut jantung. Hati, akan memberikan rèspon yang bisa menjadi "rèason" berupa berbagai macam perasaan, sedangkan jantung memberikan rèspon berupa mengalirnya kembali cairan darah mèrah yang dipompanya dengan berindikator degup detaknya seiring waktu.
Mungkin, kesamaan gejala di antara hati sebagai wadah rasa, dengan jantung sebagai sumber aliran darah mèrah di dalam tubuh makhluk hidup yang dapat diketahui olèh indera, membuat para leluhur terdahulu seringkali mengistilahkan kedua hal yang berbèda ini secara bersamaan, yaitu: jantung_hati.
Mètodeu memahami èksistènsi jantung sebagai yang terdekat dengan hati dalam kontèksnya sebagai wadah perasaan, membuat beberapa orang tertentu mampu mengalirkan perasaan yang lagi dirasakannya seiring dengan detakan jantung merèka, yaitu denyut bergelombang yang disadari olèh pemiliknya, namun bekerja di luar kesadaran dirinya sendiri, secara otonom.
Bèda dengan jantung, secara kontrol, hati dalam kontèks sebagai folder file-file perasaan, mempunyai potènsi guna dikontrol, yaitu dikendalikan sesuai dengan tingkat kesadaran pemiliknya. Sedangkan jantung di luat kendali kesadaran, sebagaimana pula syaraf-syaraf otonom pada paru-paru.
Suatu maka adalah penulis blogspot ini menyimpulkan bahea salahsatu indikator manusia dinyatakan hidup secara biologis, adalah masih adanya èksistènsi dari indikator kinerja jantung kalau masih berdetak.
Namun, indikator dari hidupnya jiwa dari hidupnya jantung yang bernyawa, adalah pada kemampuan kontrol terhadap tingkatan kesadaran dari pengemban amanah atas nyawa dan jiwa dirinya sendiri.
Inilah sebagai pangkatnya: suatu hidupnya jiwa terhadap nyawa.
Berpijak pada mèdia suratkabar dalam foto gambar dalam blogspot ini, penulis blogspot inipun berpikiran sama dan sepakat: siap rèvolusi digital, namun selain melakukan secara digital virtual, juga dalam jiwa, mumpung nyawa masih ada. Ini yang penting diusahakan.
Penulis Blogspot: Yusni Tria Yunda.
Comments
Post a Comment